Original created by Dwitasari
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kamu pernah menjadi bagian hari-hari ku. Setiap malam, sebelum tidur, ku habiskan beberapa menit untuk membaca pesan singkat mu. Tawa kecilmu, kecupan bentuk tulisan, dan canda kita selalu membuatku tersenyum diam-diam. Perasaan ini sangat dalam, sehingga aku memilih untuk memendam.
Jatuh
cinta terjadi karena proses yang cukup panjang, itulah proses yang
seharusnya aku lewati secara alamiah dan manusiawi. Proses panjang itu
ternyata tak terjadi, pertama kali melihatmu, aku tau suatu saat nanti
kita bisa berada di status yang lebih spesial. Aku terlalu penasaran
ketika mengetahui kehadiranmu mulai mengisi kekosongan hatiku.
Kebahagiaanku mulai hadir ketika kamu menyapa ku lebih dulu dalam pesan
singkat. Semua begitu bahagia.... Dulu.
Aku sudah berharap
lebih. Kugantungkan harapanku padamu. Ku berikan sepenuhnya perhatianku
untukmu. Sayangnya, semua hal itu seakan tak kau gubris. Kamu di
sampingku, tapi getaran yang ku ucapkan seakan tak benar-benar kau
rasakan. Kamu berada di dekatku, namun segala perhatianku seperti
menguap tak berbekas. Apakah kamu benar tidak memikirkan aku? Bukan kah
kata teman-teman mu, kamu adalah perenung yang sesekali menangis ketika
memikirkan sesuatu yang begitu dalam? Temanmu bilang, kamu melankolis,
senang memendam, dan enggan bertindak banyak. Kamu lebih senang
menunggu. Benarkah kamu memang menunggu? Apalagi yang kau tunggu jika
kau sudah tau bahwa aku mencintaimu?
Tuan, tak mungkin
kau tak tau ada perasaan aneh di dadaku. Kekasihku yang belum sempat ku
miliki, tak mungkin kau tak memahami perjuangan yang ku lakukan untukmu.
Kamu ingin tau rasanya seperti aku? Dari awal, ketika kita pertama kali
berkenalan, aku hanya ingin melihatmu bahagia, senyummu adalah salah
satu keteduhan yang paling ingin ku lihat setiap hari. Dulu, aku
berharap bisa menjadi salah satu sebab kau tersenyum setiap hari, tapi
ternyata harapku terlalu tinggi.
Semua telah
berakhir. Tanpa ucapan pisah. Tanpa lambaian tangan. Tanpa kau jujur
mengenai perasaanmu. Perjuanganku terhenti karena aku merasa tak pantas
lagi berada di sisimu. Sudh ada orang yang baru, yang nampaknya jauh
lebih baik dan sempurna daripada aku. Tentu saja, jika dia tak
sempurna---kau tak akan memilih dia menjadi satu-satunya bagimu.
Setelah tau semua
itu, apakah kamu pernah melirik sedikit saja perasaanku? Ini semua
terasa aneh bagiku. Kita yang dulu sempat dekat, walaupun tak punya
status apa-apa, meskipun berada dalam ketidak jelasan, tiba-tiba menjauh
tanpa sebab. Aku yang terbiasa dengan sapaan mu di pesan singkat harus
(terpaksa) ikhlas karena akhirnya kamu sibuk dengan kekasihmu. Aku
berusaha memahami itu. Setiap hari. Setiap wakti. Aku berusaha meyakini
diriku bahwa semua sudah berakhir dan aku tak boleh lagi berharap
terlalu jauh.
Tuan, jika aku bisa
langsung meminta pada tuhan, aku tak ingin perkenalan kita terjadi. Aku
tak ingin mendengar suaramu ketika menyebut nama. Aku tak ingin membaca
pesan singkat mu yang lugu tapi manis. Sungguh, aku tak ingin segala
hal manis itu terjadi jika pada akhirnya kamu menghempaskan aku sekeji
ini.
Kalau kau ingin tau
bagaimana perasaanku, seluruh kosa kata dalam milyaran bahasa tak mampu
mendeskripsikan. Perasaan bukan lah susunan kata dan kalimat yang bisa
di jelaskan dengan definisi dan arti. Perasaan adalah ruang paling dalam
yang tak bisa tersentuh hanya dengan perkataan dan bualan. Aku lelah.
Itulah perasaan ku. Sudahkah kau paham? Belum. Tentu saja. Apa pedulimu
padaku? Aku tak pernah ada dalam matamu, aku selalu tak punya tempat
dalam hatimu.
Setiap hari, setiap
waktu, setiap aku melihatmu dengannya; aku selalu berusaha menganggap
semua baik-baik saja. Semua akan berakhir seiring berjalan nya waktu.
Aku membayangkan perasaanku yang suatu saat nanti pasti akan hilang, aku
memimpikan lukaku akan segera kering, dan tak ada lagi hal-hal penyebab
aku menangis setiap malam. Namun.... Sampai kapan aku harus terus
mencoba?
Mungkin hatimu yang
beku akan segera mencair. Aku tak tau apa salahku sehingga kita yang
baru saja kenal, baru saja mencicipi cinta, tiba-tiba terhempas dari
dunia mimpi ke dunia nyata. Tak penasarankah kamu pada nasib yang
membiarkan kita kedinginan seorang diri tanpa teman dan kekasih?
Seandainya kau tau
perasaan ku dan bisa membaca keajaiban dalam perjuanganku, mungkin kamu
akan berbalik arah---memilihku sebagai tujuan. Tapi, aku hanya tempat
persinggahan, tempatmu meletakkan segala kecemasan, lalu pergi tanpa
janji untuk pulang.
Semoga kau tau, aku
berjuang, setiap hari untuk melupakanmu. Aku memaksa diriku agar
membencimu, setiap hari, ketika kulihat kamu bersama kekasih barumu. Aku
berusaha keras, setiap hari, menerima kenyataan yang begitu kelam.
Bisakah kau
bayangkan rasanya jadi orang yang setiap hari terluka, hanya karna ia
tak tau bagaiman perasaan orang yang mencintainya? Bisakah kau bayangkan
rasanya jadi aku yang setiap hari harus melihatmu dengannya?
Kamu tak bisa. Tentu saja. Kamu tak perasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar