Rabu, 22 Oktober 2014

Berhenti Berharap

Hari ini kucoba tak mencari sosokmu lagi. Hari ini aku mencoba berdamai dengan hati, meretas segala asa, dan meredam emosi jiwa. Masih saja kurasakan getaran hati dan desiran darahku saat melihatmu. Satu yang berbeda, hari ini aku berhenti berharap.
Aku mencoba merasakan semua. Aku mencoba mencerna setiap rasa. Aku mencoba menikmati setiap rindu yang membiru. Walau tetap saja terasa sakitnya. Saat aku tersadar, tak akan lagi kurengkuh tubuhmu, tak akan lagi kukecup pipimu, tak akan lagi kurasakan dekap hangatmu. Rasanya begitu sedih, begitu perih.
Sayang... sekali lagi kuakrabi setiap lara. Haruskah terulang kisah yang sama? Saat kamu tak lagi ada dan meninggalkanku sendiri dalam duka. Haruskah aku berhenti berharap... lagi?
Entahlah... aku tak pernah mengerti kamu. Baru beberapa hari yang lalu kamu masih mendekapku hangat dalam pelukmu. Membuatku terlena dalam rasa yang mendayu. Tapi seperti biasa, saat kamu keluar dari tempat persembunyianku, kamu tidak lagi menjadi kamu. Bahkan beberapa hari ini, jangankan menatapku, menyapaku saja tidak ada dalam agendamu.
Aku hanya bisa melihat sekelebat bayangmu. Menatap bayang punggungmu yang menjauh. Terkadang sering hinggap dalam pikiranku... kamu tuh sibuk apa sih? Ataukah kamu sengaja menghindariku? Entah kamu ada dimana sekarang. Kamu menghilang seakan tak ada dimana-mana. Kucoba bertanya, kamu juga nggak ada di ruanganmu. Kamu lagi ngapain sih sayang? Terkadang terlintas satu tanya... apa aku yang terlalu berlebihan? Apa aku yang memang tidak bisa mengerti kamu? Tapi... mengerti untuk apa? Tidak ada yang perlu dimengerti, tidak ada yang perlu dipahami. Pilihanku adalah menerima atau menolak. Dan sayangnya, aku tidak bisa menolak.
Luka yang kamu tinggalkan lebih dari 2 tahun yang lalu itu tetap saja membawa rasa yang berbeda. Aku masih saja merasakan ketakutan yang sangat. Saat beberapa hari saja kamu tidak lagi menyapaku, saat beberapa hari saja kamu tidak datang ke tempat persembunyianku. Selalu saja aku merasa gentar. Apakah semua akan terulang kembali? Apakah saat itu akhirnya datang lagi?
Sayang... tak pernah seharipun aku tak merindumu. Tak pernah seharipun aku tidak mencari sosokmu. Sampai terasa begitu lelah. Bergelut dengan rasaku sendiri. Seandainya aku tahu rasamu, mungkin tidak akan terasa begitu menyiksa. 
Salahku.. semua salahku... Seandainya saja tidak kubiarkan hatiku menerima peluk yang kau tawarkan, mungkin semua akan berbeda.
Entah mengapa, hari ini aku tak ingin menangis lagi. Semua terasa gamang. Aku merasa melayang dalam tepian bayang-bayang yang terlihat buram. Kucoba menggapaimu, tapi kamu menghilang tertelan awan. 
Sudahlah... Aku akan berhenti, saat kamu menginginkannya berhenti... Biarlah asa tinggal menjadi asa. Biarlah angan hanya menjadi angan. Biarlah harap hanya menjadi harap. Karena kali ini, aku hanya ingin berhenti berharap...

Aku Tak Berani Menyebutnya Cinta

Aku tak berani menyebutnya cinta...
Karena aku tak tahu apa namanya...
Hanya seuntai rasa yang tak terbaca...
Dalam bias mata yang bercahaya...

Semua menjadi semu...
Segumpal rindu yang membiru...
Tak lagi mengalun indah di kalbu...
Hanya menjadi duka yang bertalu...

Bilakah rasamu ada?
Tanya hati yang mendera...
Bilakah rasamu nyata?
Tak pernah kutahu jawabnya...

Tangis pilu tertumpah bersama hujan...
Saat langkah tak lagi sejalan...
Membawa bayangmu yang kian memudar...
Dalam ribuan sinar yang berpendar...

Sayang...
Ijinkan aku merangkai makna...
Dari setiap kenangan yang tercipta...
Walau tak pernah berani ku menyebutnya...
Cinta...

Selasa, 21 Oktober 2014

Dunia Tanpa Kata

Hening...
Sunyi...
Sepi...
Sendiri...

Aku melebur bersama mimpi
Merangkai selaksa angan dalam hati
Siapakah yang sanggup bersuara
Saat asa tak lagi bermakna

Mencoba meringankan langkah
Saat diam menjadi pilihan tak terbantah
Cita dan cinta yang terberangus duka
Dalam dunia yang tak lagi berkata

Sabtu, 18 Oktober 2014

Puisi Itu Bernama Cinta

Aku menggenggam asa
Dari sekeping hati yang tak sanggup bersuara
Meretas rasa yang hanya diam saja
Dalam alunan sepi yang bersahaja

Aku terpana dalam warna-warni cahaya
Yang mengantar bayangmu semakin nyata
Jelas terpapar di depan mata
Menguar keheningan dalam rasa

Aku berdiri tegak disana
Menggenggam hati yang tak lagi sama
Melafalkan untaian puisi sejuta kata
Puisi itu bernama cinta

Kamis, 16 Oktober 2014

Rectoverso

Aku sampai di bagian bahwa aku telah jatuh cinta...
Namun orang itu hanya dapat kugapai sebatas punggungnya saja...
Seseorang yang hadir sekelebat bagaikan bintang jatuh...
Yang lenyap keluar dari bingkai mata...
Sebelum tangan ini sanggup mengejar...
Seseorang yang hanya bisa kukirimi isyarat...
Sehalus udara, langit, awan atau hujan...

- hanya isyarat -

Pesan ini akan sampai kepadamu, entah dengan cara apa...
Bahasa yang kutahu kini hanyalah perasaan...
Aku memandangmu tanpa perlu menatap...
Aku mendengarmu tanpa perlu alat...
Aku menemuimu tanpa perlu hadir...
Aku mencintaimu tanpa perlu apa-apa...

- aku ada - 


Rasakan semua...
Demikian pinta sang hati...
Amarah atau asmara...
Kasih atau pedih...
Dan inilah hatiku...
Apa adanya...

- peluk -


Aku sedih untuk sesuatu yang tak kutahu...
Aku galau untuk sesuatu yang tak ada...
Jari ini ingin menunjuk sesuatu yang menjadi sebab...
Tapi tak kutemukan apa-apa...
Kadang-kadang...
Pilihan yang terbaik adalah...
Menerima... 
Semua akan baik-baik saja...

- firasat -



Rabu, 15 Oktober 2014

Menyimpan Bayangmu...

Aku masih termangu disini. Menatap langkahmu yang menjauh, keluar dari tempat persembunyianku. Kembali meninggalkanku dalam putaran rasa yang tak tau kemana akan kubawa. Seperti biasa, kamu tak pernah peka. Atau memang kamu berlagak buta? Ataukah aku yang terlalu bebal untuk mengerti? "Aku kan sibuk", katamu. "Ruangan ini membawa aura yang... eeemmm... gimana gitu...", katamu lagi. Hfftt... hanya sebuah alasan? Ataukah suatu isyarat untuk mengabaikan dan meninggalkanku lagi? 
Aku membaca banyak hal, aku mencari banyak materi. Hanya untuk mengerti akan rasamu. Terkadang, aku merasa sedikit tenang dengan beberapa artikel yang kubaca bahwa mungkin kamu tidak 'hanya' menginginkanku, tapi lebih dari itu. Tapi, masih saja aku ragu. Terlebih saat kamu mendiamkan dan mengabaikanku. 
Aku menyayangimu.... Entah berapa kali hatiku meneriakkan kalimat itu. Walau hanya 1 kali pernah kukatakan padamu. Aku takkan pernah membiarkanmu melakukan semuanya bila aku tidak menyayangimu.
Sekali lagi kamu menyakitiku.. saat kamu berkata "Kamu sih ga bantu aku...". Hfftt.. pernahkah kamu bayangkan rasanya jadi aku?    Aku melakukannya dengan hati. Bukan hanya sekedar have fun. "Itu alasannya kenapa dulu aku ga pernah kesini, karena aku takut. Dan akhirnya bener2 kejadian kan..." katamu lagi. Duh Tuhan... rasanya sakit banget. Kamu mengatakannya seakan tanpa beban, tanpa menghiraukan apa yang aku rasakan.. sama sekali. Mungkin memang semua hanya sekedar having fun untukmu sehingga dengan mudah kamu datang dan pergi. Pernahkah mengerti sakitku?
Berulang kali pernah kukatakan padamu... aku melakukannya dengan hati, not just physically. Tidak hanya mencari kesenangan sesaat. Aku tidak mendapatkan apapun dari hubungan kita selama ini selain berulang kali terjatuh dalam lara yang terus mendera. Tapi aku tak pernah sanggup menolakmu karena rasa sayang dihatiku.
Kamu tak pernah tahu betapa jantungku berdetak cepat saat kamu masuk ke tempat persembunyianku. Betapa hatiku terasa begitu hangat saat kau bawa aku dalam pelukmu. Saat kurasakan hangatnya kecupmu di pipiku. Cukup hanya itu.. aku tak pernah meminta lebih.
Sekali lagi kutangkap isyarat kepergianmu. Sekali lagi tak bisa kubendung rasa sakitku. Berulang kali kukatakan pada otakku "Luv... dia kan memang seperti itu. Kamu sudah hapal kan. Lagian katanya kamu tau dan sudah siap resikonya...". Tapi hatiku tak bisa kubohongi, aku masih saja terus mengharap hadirmu. Aku masih saja merindu bayangmu. 
Aku ingin menyimpan bayangmu dalam kotak kenanganku. Walau aku tak yakin bisa. Karena setiap hari masih harus kuakrabi sosokmu. Seseorang yang pernah berbagi sepotong waktu denganku. Seseorang yang pernah kubagi sepotong hati. Seseorang yang masih saja kusayangi...

Jumat, 10 Oktober 2014

Bisakah Kau Bayangkan Jadi Aku?

Repost by Me
Original created by Dwitasari
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kamu pernah menjadi bagian hari-hari ku. Setiap malam, sebelum tidur, ku habiskan beberapa menit untuk membaca pesan singkat mu. Tawa kecilmu, kecupan bentuk tulisan, dan canda kita selalu membuatku tersenyum diam-diam. Perasaan ini sangat dalam, sehingga aku memilih untuk memendam.


Jatuh cinta terjadi karena proses yang cukup panjang, itulah proses yang seharusnya aku lewati secara alamiah dan manusiawi. Proses panjang itu ternyata tak terjadi, pertama kali melihatmu, aku tau suatu saat nanti kita bisa berada di status yang lebih spesial. Aku terlalu penasaran ketika mengetahui kehadiranmu mulai mengisi kekosongan hatiku. Kebahagiaanku mulai hadir ketika kamu menyapa ku lebih dulu dalam pesan singkat. Semua begitu bahagia.... Dulu.

Aku sudah berharap lebih. Kugantungkan harapanku padamu. Ku berikan sepenuhnya perhatianku untukmu. Sayangnya, semua hal itu seakan tak kau gubris. Kamu di sampingku, tapi getaran yang ku ucapkan seakan tak benar-benar kau rasakan. Kamu berada di dekatku, namun segala perhatianku seperti menguap tak berbekas. Apakah kamu benar tidak memikirkan aku? Bukan kah kata teman-teman mu, kamu adalah perenung yang sesekali menangis ketika memikirkan sesuatu yang begitu dalam? Temanmu bilang, kamu melankolis, senang memendam, dan enggan bertindak banyak. Kamu lebih senang menunggu. Benarkah kamu memang menunggu? Apalagi yang kau tunggu jika kau sudah tau bahwa aku mencintaimu?

Tuan, tak mungkin kau tak tau ada perasaan aneh di dadaku. Kekasihku yang belum sempat ku miliki, tak mungkin kau tak memahami perjuangan yang ku lakukan untukmu. Kamu ingin tau rasanya seperti aku? Dari awal, ketika kita pertama kali berkenalan, aku hanya ingin melihatmu bahagia, senyummu adalah salah satu keteduhan yang paling ingin ku lihat setiap hari. Dulu, aku berharap bisa menjadi salah satu sebab kau tersenyum setiap hari, tapi ternyata harapku terlalu tinggi.

Semua telah berakhir. Tanpa ucapan pisah. Tanpa lambaian tangan. Tanpa kau jujur mengenai perasaanmu. Perjuanganku terhenti karena aku merasa tak pantas lagi berada di sisimu. Sudh ada orang yang baru, yang nampaknya jauh lebih baik dan sempurna daripada aku. Tentu saja, jika dia tak sempurna---kau tak akan memilih dia menjadi satu-satunya bagimu.

Setelah tau semua itu, apakah kamu pernah melirik sedikit saja perasaanku? Ini semua terasa aneh bagiku. Kita yang dulu sempat dekat, walaupun tak punya status apa-apa, meskipun berada dalam ketidak jelasan, tiba-tiba menjauh tanpa sebab. Aku yang terbiasa dengan sapaan mu di pesan singkat harus (terpaksa) ikhlas karena akhirnya kamu sibuk dengan kekasihmu. Aku berusaha memahami itu. Setiap hari. Setiap wakti. Aku berusaha meyakini diriku bahwa semua sudah berakhir dan aku tak boleh lagi berharap terlalu jauh.

Tuan, jika aku bisa langsung meminta pada tuhan, aku tak ingin perkenalan kita terjadi. Aku tak ingin mendengar suaramu ketika menyebut nama. Aku tak ingin membaca pesan singkat mu yang lugu tapi manis. Sungguh, aku tak ingin segala hal manis itu terjadi jika pada akhirnya kamu menghempaskan aku sekeji ini.

Kalau kau ingin tau bagaimana perasaanku, seluruh kosa kata dalam milyaran bahasa tak mampu mendeskripsikan. Perasaan bukan lah susunan kata dan kalimat yang bisa di jelaskan dengan definisi dan arti. Perasaan adalah ruang paling dalam yang tak bisa tersentuh hanya dengan perkataan dan bualan. Aku lelah. Itulah perasaan ku. Sudahkah kau paham? Belum. Tentu saja. Apa pedulimu padaku? Aku tak pernah ada dalam matamu, aku selalu tak punya tempat dalam hatimu.

Setiap hari, setiap waktu, setiap aku melihatmu dengannya; aku selalu berusaha menganggap semua baik-baik saja. Semua akan berakhir seiring berjalan nya waktu. Aku membayangkan perasaanku yang suatu saat nanti pasti akan hilang, aku memimpikan lukaku akan segera kering, dan tak ada lagi hal-hal penyebab aku menangis setiap malam. Namun.... Sampai kapan aku harus terus mencoba?

Mungkin hatimu yang beku akan segera mencair. Aku tak tau apa salahku sehingga kita yang baru saja kenal, baru saja mencicipi cinta, tiba-tiba terhempas dari dunia mimpi ke dunia nyata. Tak penasarankah kamu pada nasib yang membiarkan kita kedinginan seorang diri tanpa teman dan kekasih?

Seandainya kau tau perasaan ku dan bisa membaca keajaiban dalam perjuanganku, mungkin kamu akan berbalik arah---memilihku sebagai tujuan. Tapi, aku hanya tempat persinggahan, tempatmu meletakkan segala kecemasan, lalu pergi tanpa janji untuk pulang.

Semoga kau tau, aku berjuang, setiap hari untuk melupakanmu. Aku memaksa diriku agar membencimu, setiap hari, ketika kulihat kamu bersama kekasih barumu. Aku berusaha keras, setiap hari, menerima kenyataan yang begitu kelam.

Bisakah kau bayangkan rasanya jadi orang yang setiap hari terluka, hanya karna ia tak tau bagaiman perasaan orang yang mencintainya? Bisakah kau bayangkan rasanya jadi aku yang setiap hari harus melihatmu dengannya?
Kamu tak bisa. Tentu saja. Kamu tak perasa.

Rabu, 08 Oktober 2014

It's You... Gemini...

It's you... Gemini...
Kamu adalah kamu. Dari dulu kamu ya seperti itu. Kamu adalah seseorang yang bisa membuatku melayang, sekaligus membuatku jatuh berkeping-keping. You are unpredictable man. Aku ga pernah bisa menebak apa yang ada di pikiranmu. Begitu banyak informasi yang kucari tentangmu, tapi tetap saja kamu masih sebuah misteri untukku.
Terkadang kamu datang dengan pelukan hangat dan kata sayang yang membuatku terbang. Terkadang juga kamu cuek bukan kepalang. Saat kamu menginginkanku, kamu selalu bisa membuatku melambung tinggi ke awan. Tapi suatu waktu kamu menghilang entah kemana.
Itulah kamu... Geminiku... 
Yang sejak 2 tahun yang lalu mencuri hatiku. Kamu yang mempesona banyak mata. Kamu yang mempunyai begitu banyak talenta. Kamu yang selalu dikelilingi dan disukai banyak orang.
Sejak dulu aku tak tahu apa yang membawamu dalam pelukku. Aku hanya seseorang yang biasa-biasa saja. Seseorang yang mengagumimu, menyayangimu, sekaligus membencimu. Aku tidak bisa seperti mereka yang selalu ada di sekitarmu. Yang selalu memberi banyak perhatian untukmu. Aku benci saat melihatmu ada di antara mereka, sementara aku harus menahan rasa untuk tidak menyapamu. Aku benci melihatmu mengacuhkanku, mengabaikanku saat kita berada di suatu tempat yang sama. Saat menatapmu pun menjadi sesuatu yang kutakutkan. Seperti yang kamu bilang "Jangan curi-curi pandang ah. Nanti kalo ada yang tahu gimana". Padahal, kalo kamu tahu aku curi-curi pandang berarti kamu juga dong.. ha..ha.. Hffftt... aku benci saat-saat itu...
Aku hanya bisa menatap iri saat kamu begitu dekat dengan mereka. Bercanda, tertawa, berdiskusi, melakukan banyak kegiatan bersama. Aku tidak bisa sebebas mereka untuk ada di dekatmu. Aku takut banyak mata yang memperhatikan kita. Aku hanya bisa menunggumu datang ke tempat persembunyianku untuk mencurahkan segenap rindu dalam pelukmu.
Itulah kamu... Geminiku... 
Sudah hampir 3 tahun. Beberapa bulan pertama, kita begitu dekat. Kemudian kamu menghilang. Hampir 2 tahun lebih aku berkubang duka saat kamu pergi entah kemana. Dan tanpa kutahu dan kuduga, entah apa yang membuatmu kembali lagi awal tahun ini. 'Pelukan sahabat' itu ternyata membawa arti lebih akan hubungan kita. Mengembalikan semua kenangan yang pernah tersisa.
Kita menjalani semua ini tanpa tahu arah mau kemana. Karena memang takkan pernah ada tempat untuk menuju kemana. Pasang dan surut, ada dan tiada. Itulah kamu. Terkadang aku begitu terlena dengan tatapan matamu yang memandangku dengan penuh rasa. Terkadang aku harus menangis menahan lara karena kamu tak pernah datang dan membiarkanku merana. 
Itulah kamu... Geminiku...
Aku tak pernah bisa menebakmu. Aku tak pernah tahu apa rasamu. Kamu yang datang dan pergi sesuka hati. Tapi, tak peduli sesakit apa luka yang pernah kamu torehkan, tak peduli begitu banyak tangis yang telah kutumpahkan, aku tak pernah bisa menghapusmu dari hatiku. Kamu tetap menjadi seseorang yang selalu mengisi hatiku.
Aku tahu Geminiku... Kisah kita tak sama dengan kisah yang orang lain punya. Tak peduli betapa inginku, tapi seperti apapun hanya ada kita. Aku dan kamu. Tidak boleh ada orang lain yang tahu. Siapapun itu. Karena kisah kita bukan kisah biasa. Kisah kita adalah kisah yang salah.
Aku menyayangimu Geminiku. Entah boleh atau tidak, entah apapun resikonya, aku memberi apa inginmu. Semua karena aku menyayangimu. Aku menginginkanmu ada. Aku menginginkanmu nyata, tidak hanya menjadi sebuah bayang-bayang yang bisa terhapus oleh hujan.
Aku tahu, rasaku tidak sama dengan rasamu. Anganku tidak sama dengan anganmu.Tapi aku tak peduli sayang. Yang aku tahu, aku hanya bisa menerima dan mencoba menahan rasaku untuk bisa bersamamu. Kapanpun kamu ada, kapanpun kamu tiada. Seperti apapun sakitku, sedalam apapun laraku... aku selalu ada disini... menantimu...

Selasa, 07 Oktober 2014

Saat Aku Tidak Menjadi Siapa-siapa...

Aku tahu, aku tak berhak bertanya, aku tak berhak cemburu, aku tak berhak meminta dan aku tak berhak marah. Karena aku memang bukan siapa-siapa... untukmu...
Tak pernah ada kabar, tak pernah ada satu katapun untukku tahu sedang apa dan dimana kamu sekarang. Seperti apapun 'status' yang kamu sematkan untukku seminggu yang lalu mungkin memang tidak berarti apa-apa. Mungkin aku saja yang ke-GR-an... ha..ha.. geli sekaligus pedih... :'(
Bukan sesuatu yang penting buatmu untuk membuatku merasa menjadi seseorang untukmu, bukan hanya sebagai tempat pelarianmu. Bukan sesuatu yang penting buatmu untuk mengerti akan rasaku. Kadang, aku merasa kamu egois... banget!! Kamu selalu membiarkanku berkubang dalam tanya. Kamu datang hanya pada saat kamu menginginkanku. Kamu selalu membiarkanku menunggu dan menunggu.
Aku tak pernah berani bertanya, padamu, atau pada siapapun untuk mengetahui keberadaanmu. Aku pengen banget seperti dulu. Saat kamu selalu mengirim SMS atau menelponku saat kamu tak ada. Sekedar memberi kabar atau menanyakan kabarku. Tapi sekali lagi, aku tak berhak meminta dan menuntut kan. Aku hanya bisa berharap dan berharap, tidak lebih. Seperti apapun dan sejauh apapun hubungan kita, aku hanya bisa memendam asa.
Terkadang aku membayangkan akan semarah apa aku padamu saat kamu meninggalkanku lagi tanpa kata, tanpa bicara.. seperti dulu... hfftt... membayangkannya saja rasanya sudah teramat menyakitkan. Mungkin aku takkan bisa lagi diam saja seperti dulu. Kamu sudah mengambil lebih banyak, terlalu banyak, bahkan semuanya. Dan aku berhak untuk marah. Aku berhak untuk bertanya. Tak peduli seperti apa sakitnya jawaban yang aku terima. Tapi aku tak mau semua berakhir sama seperti dulu. Aku terkapar sendiri dalam kesakitan yang teramat sangat, tanpa kamu tahu, tanpa kamu melihatnya. Kali ini, kamu harus tahu sakitku, kali ini, kamu harus tahu laraku. Kali ini aku takkan diam saja.
Tapi... kali ini pula aku berharap kamu tak sejahat itu padaku. Aku tak meminta banyak. Aku takkan menuntut apa-apa. Mungkin semua memang salahku yang membiarkanmu memasuki hatiku. Aku cuma minta satu, just tell me. Apapun yang kamu mau, apapun yang kamu putuskan.
Aku tahu, aku bukan siapa-siapa, dan takkan pernah menjadi seseorang yang berarti untukmu. Dan saat aku sudah tidak menjadi siapa-siapa, aku hanya meminta, katakan padaku. Hanya itu... sulitkah?


Senin, 06 Oktober 2014

Mendekap Sakitnya Rindu...

Dear God...
May I miss him just for a while?

1 hari lagi yang menyiksa... Tersiksa dengan rasaku, tersiksa dengan rinduku....
Aku terdiam memendam asa. Menyimpan sejuta rindu akan hadirmu. 
Masih terlintas jelas di benakku. Suatu waktu kamu masuk ke tempat persembunyianku. Memelukku, mendekapku, membisikkan kata di telingaku, "Trus, status kita apa?", tanyamu. Hanya satu kalimat yang bisa kukatakan "Aku nggak tahu...". Aku hanya bisa diam dan memandangmu. Merasakan hangatnya pelukmu, dan membisikkan kata "Aku kangen...". Kurasakan kamu memelukku semakin erat. Kurasakan hembusan nafasmu ditelingaku. Kurasakan nyamannya tubuhku dalam dekapmu. 
Aku tak peduli sayang. Apapun status kita, asalkan kamu masih ada disampingku. Walaupun aku harus terseok dan tertatih menata hati saat kamu tak ada dan mengabaikanku. Walau seringkali harus kusimpan perih saat kamu tak menatapku. Walau seringkali tertumpah air mata saat aku begitu merindumu. Aku tak peduli...
Hari ini aku merindumu lagi. Duh... begitu sulit rasanya saat harus menahan inginku untuk menatapmu saat ada begitu banyak mata di sekitar kita. Aku rindu sayang... aku ingin sepuasnya memandangmu. Menatap matamu, memelukmu, merasakan kasarnya bulu-bulu halus diwajahmu. Terasa begitu lama dan menyiksa saat-saat menunggumu. Karena aku tak pernah tahu kapan kamu merinduku. 
Berkali-kali kubuka facebook-ku. Berharap kamu online, membaca statusku dan mengerti kerinduanku. Tapi, entah mengapa, penantian ini terasa panjang dan menyiksa. Terlebih saat harus kujalani saat makan semeja denganmu dan tak kutemukan sebias sinar di matamu. Sinar yang kurindu sejak beberapa hari yang lalu. Sepandai itukah kamu menyembunyikannya sayang? Ataukah memang sudah tak ada lagi bias rasa itu?
Aku takut... sungguh-sungguh takut. Aku yang sempat melayang terbang dengan bisikanmu beberapa waktu yang lalu. Aku takut semua sirna tanpa bekas... seperti dulu... saat kamu meninggalkanku...
Walau setiap waktu kusiapkan hati untuk kehilanganmu... tapi tetap saja tidak semudah mengucapkannya.. Selalu kukatakan dalam otakku... "Aku siap kapanpun kamu pergi", tapi tidak dengan hatiku. 
Hari ini, sekali lagi kubiarkan hatiku mendekap sakitnya rindu. Rindu akan hadirmu, rindu akan pelukmu. Aku merindumu...amat... sangat...



Teruntuk penghuni ruang rinduku...



Tak Ingin Berakhir Sama...

this is not just about what i see...
this is not just about what i touch...
this is not just about physically...
this is more than that...
this is about what i feel...

Mungkin memang semua harus berakhir. Tapi aku tak mau berakhir sama seperti dulu. Aku tahu semua takkan pernah lagi sama. Aku tahu, aku harus menanggung semua resikonya. Kembali lagi, aku harus merasakan sakitnya.
Tapi aku tak ingin lagi merasakan sakitnya saat tanpa kata, tanpa bicara kamu biarkan aku berkubang dalam tanya, dalam harap dan penantian, menunggu dan menunggu hadirmu. Aku hanya ingin mendengarmu berkata, "The time is up... maybe we have to end this. So, don't wait me anymore". I will take it, I promise. Jujur, akan sangat berat untukku, walau aku tahu mungkin tidak untukmu.
Harusnya aku tahu, kali ini semua akan terasa lebih berat. Saat kamu bertanya, "Boleh?" dan aku katakan "Ya.." semua akan menjadi jauh lebih dalam, rasaku, asaku dan sakitku.
Aku terus saja menunggu, menunggu dan menunggumu. Entah seperti apa sakitku, semua akan terbayarkan dengan hadirmu. Tanpa pernah peduli, apa artinya aku untukmu. Tanpa pernah terpikirkan, kamu datang hanya saat kamu menginginkanku, tanpa peduli akan rasaku. Semua tanya dan sakitku, terhapus dengan keberadaanmu, walau hanya sesaat.
Kamu takkan pernah tahu, sedalam apa sakitku saat kamu mengabaikanku, menganggapku tak ada, menganggapku bukan siapa-siapa. Kamu datang dan pergi sesukamu, tanpa aku sanggup berkata tidak. Dan bodohnya, aku tetap saja menerimamu, menantimu dan merindumu.
Aku merana dalam sakitku. Aku menyimpan semua dalam-dalam, jauh di lubuk hati, sendiri, tanpa bisa kubagi pada siapapun. Bahkan tidak pada Tuhanku. Karena aku malu telah merindu seseorang yang memang bukan untukku. Aku merasa tak pantas meminta dan memohon atas kesalahanku. Tak ada yang bisa mendamaikan hatiku selain hadirmu. Saat aku tahu, kita menjalani kesalahan yang sama. Saat aku tahu, kamu masih menginginkanku.
This is feel so hurt... Saat aku tak bisa berkata, saat aku tak sanggup bicara, hanya air mata yang akhirnya mewakili duka. Bahkan, saat kesedihan tak bisa lagi kutahan, aku harus mencari tempat tersembunyi agar tak seorangpun tahu kelaraanku. Agar tak seorangpun melihat air mataku. Karena tak boleh ada yang tahu, bahkan kamu sekalipun.
Aku tak ingin berakhir sama, sayang. Kali ini, bila kamu ingin mengakhirinya, aku ingin semua berakhir dengan indah. Membiarkan semua berlalu, lagi.... Membiarkanmu pergi, lagi... Menikmati sakitnya hati, lagi...
Akan kubawa asaku, rasaku dan sakitku, sendiri... Walau entah kapan aku bisa menghapus jejakmu... Satu yang pasti, aku menyayangimu...

Bagaimana caranya aku menghapus bayangmu saat kamu selalu ada di hadapanku?
Bagaimana caranya aku menghilangkan rasaku saat kamu selalu ada di dalam kepalaku?
Mencoba untuk tak peduli... tapi hatiku tak bisa kubohongi... aku merindumu...


Untukmu yang selalu mengisi hati