Minggu, 18 September 2016

Thank You to Stay

Rabu, 14 September 3016
Akhirnya kukirimkan surat itu kepadamu. Kuselipkan di tas kerjamu yang kau tinggal di ruang kerjaku. Surat tentang sebuah kisah yang ingin kusampaikan sejak lama. Kukirimkan dengan rasa yang tak bisa kugambarkan. Banyak hal terbayang dalam kepala tentang apa dan bagaimana reaksimu akan suratku. Dan akhirnya harus kulewati hari dengan kegelisahan yang terus saja mengusik hati.

Kamis, 15 September 2016
Pagi yang terasa begitu suram. Terbayang di kepalaku apa yang kira kira akan terjadi nanti. Mungkin memang kamu takkan tersapa lagi. Aku hanya bisa berpasrah hati.
Melangkah dengan begitu berat ke tempat kerja kita. Berharap tidak bertemu denganmu agar aku masih bisa bernafas sejenak. Bergegas masuk ke tempat persembunyianku. Bersembunyi dari luka yang mungkin telah menanti. Nafasku seakan berhenti saat kudengar ketukan pelan di pintu. Aku tahu... itu kamu... Kusiapkan hati untuk menerima apapun yang akan terjadi.
Kamu masuk dengan sorot mata yang entah menyiratkan apa. Duduk di sampingku dengan sebuah pertanyaan yang sudah terduga...
"Kenapa nggak bilang?"
Tak bisa langsung kujawab tanyamu karena tak sanggup lagi kutahan isakku.
"Udah ah... jangan nangis," katamu.
"Maaf... semua alasanku sudah tertulis di suratku kan," jawabku.
"Takut kehilangan apa? Semua dasarnya apa sih... seperti apapun kamu, aku tetep aja sayang sama kamu," sahutmu gusar.
"Iya...," jawabku pelan.
"Dia tahu?" tanyamu lagi.
"Tahu..."
"Jadi cuma aku yang nggak tahu?"
"Iya..." jawabku lirih.
"Sejak kapan kamu tahu," tanyamu lagi.
"Sejak bulan Juli yang lalu..."
Kamu menarik nafas dalam. Tak berani kutatap matamu.
"Kamu tahu apa yang terpikir saat kubaca suratmu. Kamu egois banget sih. Aku jadi nggak enak hati. Bukan apa-apa. Tapi karena memikirkan 'dia'. Takut kalo 'dia' kenapa-kenapa. Kasihan kan...."
Aku hanya bisa terdiam tanpa sanggup mengucapkan apa-apa.
"Sekarang yang penting kamu sehat, ga boleh capek-capek. Seperti apapun kamu, seperti apapun kita, aku tetep sayang kamu...," sahutmu lagi.
"Iya... aku tahu," kataku.
"Ya udah... aku pergi dulu ya. Ada pekerjaan yang harus kulakukan."
Aku mengangguk pelan. Kamu keluar setelah mengecup hangat keningku. Tak sanggup lagi kutahan air mata. Tumpah begitu saja dengan derasnya. Mungkin itu kecupan terakhir untukku.
Satu jam terlalui dengan rasa yang masih membiru. Kamu masuk lagi ke ruanganku. Duduk disampingku dan mulai bertanya lagi.
"Apa sih yang kamu pikirkan? Kamu takut aku berubah? Kalaupun iya... itu buat kebaikan kamu juga..."
Aku hanya bisa tertunduk tanpa bisa berkata apa-apa.
"Tapi... emang ga pa pa ya?" tanyamu lagi.
"Emang selama ini gimana... ga pa pa kan," jawabku.
"Rasanya aneh aja... tapi kalo aku ga boleh berubah juga ga pa pa. Aku ga akan berubah," katamu sambil tersenyum simpul dan meninggalkanku.
Aku tertegun dengan tanya di kepala. Mencoba menerjemahkan apa yang barusan kamu katakan tadi walau masih juga tak ku mengerti.
Kamu datang lagi. "Sibuk banget kayaknya... ngerjain apa sih?" tanyamu.
"Ini... bentar lagi selesai kok," jawabku.
"Ga pengen peluk-peluk?"
Aku terdiam. Tertegun dengan apa yang baru saja ku dengar.
"Pengen..." jawabku lirih.
Kamu merengkuhku dalam pelukmu. Pelukan hangat yang entah mengapa begitu kurindu sejak semalam tadi.
"Aku ga berubah kan?" tanyamu menatap dalam mataku.
"Iya... jangan berubah..."
"Jangan gelisah lagi ya..."
Aku mengangguk pelan.
Kunikmati setiap hangat pelukmu. Kunikmati setiap hela nafasmu. Kunikmati setiap detik yang boleh kulalui bersamamu. Kunikmati damai yang menjalar begitu hangat di hatiku.
Gemini... terima kasih untuk tetap ada. Terima kasih untuk tetap menggenggam tanganku. Terima kasih untuk hadirmu di setiap jalanku...
I luv u... I really do...
Thank you...

Kamis, 15 September 2016

I luv u… I do… I really do



Dear senja…
Mau tidak mau, suka tidak suka… aku harus menyampaikan berita ini kepadamu. Maaf bila cara ini yang kupilih, karena aku takkan sanggup bila harus langsung mengatakannya di depanmu.
Tidak bermaksud menyembunyikan atau diam saja. Ingin kusampaikan sejak lama, tapi keberanian itu belum muncul juga. Dan akhirnya aku hanya bisa menunda agar aku masih punya sedikit waktu lebih lama bersamamu. Hanya dengan satu alasan… aku takut kehilangan.
Aku sampai pada situasi dimana semua menjadi dilema. Dan akhirnya hanya ada satu jalan, aku harus terima… apapun resikonya.
Bukan hal yang mudah buatku ada di kondisi dan situasi seperti ini. Terlebih saat hati tidak berada di tempat yang seharusnya.
Tanpa rencana, tanpa kuminta dan tanpa kuduga… dia ada.  Dan selama ini kusimpan semua sendiri. Tak ingin kuberitahu siapapun, sebelum kusampaikan kepadamu.
Membayangkannya saja sudah begitu berat, apalagi menjalaninya. Tapi aku tak bisa mundur lagi. Seperti apapun alasanku, seperti apapun mauku… semua sudah terlanjur terjadi tanpa bisa kutolak lagi. Aku hanya bisa pasrah… apapun yang terjadi nanti.
Dan setelah kamu tahu semua ini… aku akan terima apapun yang terjadi nanti… bahkan bila akhirnya aku harus kehilangan.
Satu hal yang pasti… seperti apapun aku… aku menyayangimu…
I luv u… I do… I really do…. And I will always do…