Senin, 26 Januari 2015

When I'm Back...

What will happen when I'm back?
Pertanyaan itu menghantuiku saat aku harus meninggalkan kota kita beberapa saat. Teringat pada suatu masa saat aku harus kehilanganmu... dulu... Kenangan yang meninggalkan luka yang tak terlupakan sampai sekarang. Kenangan yang membuatku selalu takut... takut.. dan takut akan kepergianmu lagi. 
Aku pergi untuk beberapa hari. Aku hanya berharap bisa memelukmu sebelum kepergianku. Aku menunggumu datang dengan harapan yang membumbung ke angkasa. Secercah oase di penghujung siang yang masih sempat kurasa 2 hari sebelum keberangkatanku, saat kamu memberikan kecupan kecil di bibirku sebelum keluar dari ruanganku. Walaupun tanpa peluk seperti biasa, karena memang ada orang lain di sana, tapi mampu membuatku tersenyum bahagia. 
Sehari lagi aku menunggumu. Menjelang keberangkatanku besok, aku benar-benar merindumu. Walaupun akhirnya aku harus berpasrah karena sampai di penghujung siang, kamu tak juga datang. Terlebih banyak orang di ruanganku, membuat harapan hanya tinggal harapan. 
Kamu datang sesaat sebelum aku melangkah pulang. Aku tahu, kamu harus mencari alasan yang tepat agar semua yang ada tidak curiga dengan kedatanganmu. Aku hanya bisa memandangmu. Kutemukan sorot mata yang tak biasa di matamu. Mungkin sama dengan yang kau temukan di mataku. 
Aku melangkah ke dalam ruang rahasia kita karena aku mengira kamu akan meninggalkan ruanganku. Entah dengan alasan apa, kamu mengikutiku masuk ke ruang rahasia kita. 
Bertanya lirih, "Berangkat kapan?" 
"Besok", jawabku. 
"Sampai kapan", tanyamu lagi. 
"Jum'at," kataku. 
Hanya itu, tanpa pelukan, tanpa kecupan. Hanya saling memandang. Mungkin kamu tak tahu betapa ingin aku memelukmu saat itu. Sebentar saja, menyamarkan kerinduan yang memenuhi rongga dada. Kamu keluar ruanganku, meninggalkan berjuta tanya dalam anganku, " Apa yang akan terjadi saat aku kembali?"
3 hari kutinggalkan kota kita, dan kembali dengan membawa tanya yang sama. Aku melangkah dengan rasa tak berdaya. Hanya berharap semua kenangan itu tak lagi terulang. Mencari sosokmu diantara sekian banyak orang. Kudapati kamu ada di sana. Sekilas memandang dan sekilas menyapa. Menyembunyikan denting rindu yang terpapar di mataku, agar tak terlihat di depan banyak orang. Mencoba mencari pancaran rasa yang sama di matamu, walau tak juga kutemukan.
Sekali lagi aku melangkah menjauh. Mencoba menyiapkan hati untuk menerima rasa yang sama seperti dulu. Rasa yang sebenarnya tak ingin lagi kurasa. Kehilanganmu...
Aku menunggu dan terus menunggu kedatanganmu. Seperti biasa, mengintip dari celah-celah jendela ruanganku. Berharap menemukan sesosok bayangmu. Membawa sejuta rindu dan asa berbalut cemas yang menyesakkan dada.
Pintu terbuka seiring dengan hadirmu. Membawa debar jantung yang berdetak cepat di dadaku. Menyisakan tanya yang terus bergejolak di kepala. 
"Gimana, sukses acaranya?" tanyamu.
"Sukses donk," jawabku.
"Aku mau pergi," katamu lagi.
Hmm... tumben.. biasanya kalau mau kemana-mana kamu nggak pernah bilang. Membiarkanku bertanya-tanya dan mencarimu. 
"Yuk," kamu menggenggam tanganku. Bersama masuk ke ruang rahasia kita. Memelukku erat, membisikkan sebuah kalimat yang entah harus membuatku tersenyum atau menangis. "Aku ingin mengakhiri semuanya, tapi ga bisa. Bagaimana caranya?" Kalimat itu terucap lirih dari bibirmu, mengisyaratkan ketidakberdayaan disana. 
"Aku takut", katamu lagi. 
"Takut apa", tanyaku. 
"Ini semua nggak boleh kan". 
"Dari dulu juga nggak boleh".
"Trus gimana?"
Diam... aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Terucap lirih kalimat yang selama ini tersimpan rapi di hatiku. "I luv u... kamu tahu nggak sih?"
Kamu hanya diam dan memelukku semakin erat. Membawaku larut dalam hangatnya rasa di dada. Berpasrah atas semua tanya yang sekali lagi memenuhi kepala. Inikah akhirnya? Kamu masih saja memelukku, kamu masih saja menyentuhku, kamu masih saja mengecupku. Inikah akhirnya?
Kamu melangkah pergi. Masih menggenggam tanganku. Terasa begitu sulit bagiku melepaskan genggamanmu dan membiarkanmu pergi. Mencoba untuk menerima dan mengikhlaskan semuanya. Tapi tetap saja sakit itu tak bisa kubantah. 
Sayang, aku hanya ingin mengakhirinya dengan indah... tidak dalam diam...


Kamu...
(n) saat "I luv U" menjadi kalimat yang begitu mudah untuk diucapkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar